Berita Seputar Indonesia – Reza Rahadian Meneruskan Semangat Revolusi
Di tengah gejolak isu darurat demokrasi yang melanda Indonesia. Nama Reza Rahadian mencuat sebagai sosok yang tak hanya berperan dalam dunia perfilman, tetapi juga dalam arena politik dan sosial. Pada 23 Agustus 2024. Aktor kelahiran 1987 ini turut ambil bagian dalam aksi demonstrasi Kawal Putusan MK yang di gelar di depan Gedung DPR. Aksi tersebut. Yang menuntut perhatian terhadap kondisi demokrasi yang di nilai terancam, mengundang sorotan luas dari publik dan warganet.
Reza Rahadian, yang di kenal lewat perannya dalam film-film seperti *Habibie & Ainun* dan *Guru Bangsa: Tjokroaminoto*. Kini tidak hanya di kenal sebagai aktor berprestasi, tetapi juga sebagai seorang aktivis sosial yang peduli terhadap isu-isu negara. Dalam orasinya, Reza menegaskan bahwa kehadirannya di tengah demonstrasi bukan sebagai perwakilan organisasi tertentu. Melainkan sebagai seorang rakyat biasa yang prihatin terhadap situasi demokrasi Indonesia yang sedang mengalami ancaman.
“Saya tidak mewakili kepentingan apapun, tidak ikut dalam partisipasi apapun. Saya hadir sebagai rakyat biasa bersama teman-teman semua. Kita hadir di sini bersama orang-orang yang gelisah melihat demokrasi seperti ini,” ujar Reza dengan penuh semangat. Pernyataan ini menggambarkan sikapnya yang konsisten dalam memperjuangkan hak-hak rakyat dan demokrasi, tanpa terikat oleh kepentingan politik tertentu.
Baca Juga : Azizah Salsha Laporkan 12 Akun MedSos Dugaan Pencemaran Nama Baik
Reza Rahadian Meneruskan Semangat Revolusi
Menariknya, semangat perjuangan Reza dalam aksi ini tampaknya memiliki akar sejarah yang mendalam, yang ternyata berasal dari neneknya, Francisca Fanggidaej. Sosok Francisca, yang lahir pada 16 Agustus 1925 di Noelmina, Pulau Timor, adalah seorang pejuang kemerdekaan yang berperan aktif dalam perjuangan Indonesia melawan penjajahan Belanda. Francisca di kenal dengan julukan “Belanda Hitam” karena statusnya sebagai pribumi yang mendapat pendidikan dan kehidupan sosial yang setara dengan orang Belanda pada masa itu.
Sebagai seorang aktivis dan jurnalis, Francisca tidak hanya terlibat dalam organisasi Pemuda Republik Indonesia (PRI) di Surabaya dan Kongres Pemuda Indonesia I di Yogyakarta, tetapi juga menyuarakan kemerdekaan Indonesia ke publik internasional melalui Radio Gelora Pemuda. Pada tahun 1955, ia menjadi jurnalis di Kantor Berita Antara dan mendirikan Indonesian National Press Service (INPS). Dedikasinya yang tak kenal lelah dalam memajukan kemerdekaan Indonesia juga tercatat ketika ia di tunjuk oleh Presiden Soekarno sebagai anggota DPR Gotong Royong pada masa pasca kemerdekaan.
Namun, perjalanan hidup Francisca tidak selalu mulus. Setelah terjadinya peristiwa G30S pada tahun 1965, ia terpaksa menetap di luar negeri karena situasi politik yang tidak memungkinkan untuk kembali ke Indonesia. Perjuangannya dalam mempromosikan kemerdekaan Indonesia dan karya-karyanya tidak banyak di kenal luas karena dampak dari Orde Baru yang menghapus jejaknya dari catatan sejarah resmi. Meski demikian, kontribusinya dalam buku Konferensi Kalkuta dan sejarah perjuangan kemerdekaan tetap di akui.
Aksi Reza Rahadian yang terinspirasi oleh neneknya, Francisca Fanggidaej, bukan hanya sekadar demonstrasi, tetapi merupakan bentuk penghormatan dan penerusan semangat perjuangan. Dengan keterlibatannya dalam aksi tersebut, Reza tidak hanya meneruskan warisan perjuangan neneknya, tetapi juga menegaskan komitmennya terhadap upaya mempertahankan dan memperjuangkan nilai-nilai demokrasi di Indonesia.
Sumber : Liputan 6